Alokasi Belanja Sektor Pariwisata Pada APBD Kabupaten Ende TA 2007 - 2010

ALOKASI BELANJA SEKTOR PARIWISATA
PADA APBD KABUPATEN ENDE TAHUN ANGGARAN 2007 – 2010

Pendahuluan

Bangsa Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan itu, antara lain, berupa letak geografis yang strategis, keanekaragaman bahasa dan suku bangsa, keelokan keadaan alam, keberagaman flora dan fauna, keanekaan peninggalan purbakala, serta keberagaman peninggalan sejarah, seni, dan budaya. Kesemua itu merupakan sumber daya dan modal untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Sumber daya dan modal tersebut perlu dioptimalkan melalui, antara lain, penyelenggaraan sektor pariwisata untuk meningkatkan pendapatan nasional, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan daya tarik wisata dan destinasi di Indonesia, memupuk rasa cinta tanah air, dan mempererat persahabatan antarbangsa.

Pertumbuhan sektor pariwisata memperlihatkan kemungkinan adanya kesempatan untuk memanfaatkan sektor ini oleh masyarakat daerah setempat. Jika manfaat pariwisata ini dimaksimalkan dan kerugiannya diminimalkan, perencanaan, manajemen dan kebijakan difokuskan pada tingkat pemerintah lokal. Dewasa ini masih terlihat kecendrungan pemerintah untuk menganggap bahwa pariwisata merupakan sektor terpisah dan dianggapnya hanya berkaitan dengan penyediaan akomodasi. Pariwisata merupakan sektor yang harus dipandang secara lebih luas, dan harus diintegrasikan dalam pembahasan masalah tenaga kerja, bisnis retail, konservasi, hiburan, transportasi, dan pelayanan dasar lainnya seperti air, listrik, dan jalan. Banyak pemerintah daerah belum mengenali dan atau menerima kenyataan bahwa pariwisata merupakan industri yang mempunyai berbagai kebijakan.

Bergulirnya otonomi daerah dengan peraturan terbaru berupa Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 semakin memperlebar peluang pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Diberlakukannya Undang–Undang Otonomi Daerah, menjadikan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dalam hal ini pemerintah telah menyerahkan kewenangannya kepada daerah untuk mengelola tugas–tugas pemerintahan dan pembangunan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 ada 31 kewenangan yang diberikan kepada daerah. Salah satunya adalah kewenangan pengelolaan kebudayaan dan pariwisata. Di Kabupaten Ende hal itu dijabarkan dengan mendirikan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berupa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende. Jadi, alokasi belanja daerah Kabupaten Ende di sektor pariwisata dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende. Pada Tabel 1 dapat dilihat belanja daerah dan alokasi belanja kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende pada Tahun Anggaran 2007 – 2010. Ada 15 lokasi wisata budaya dan 69 lokasi wisata alam yang tersebar pada 21 kecamatan di Kabupaten Ende, jadi total ada 84 lokasi wisata yang dapat dikembangkan dan menjadi tugas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende.

Tabel 1
Belanja Daerah Kabupaten Ende dan Alokasi Belanja
Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende
Tahun Anggaran 2007 – 2010
No. Tahun Anggaran Alokasi Dinas Belanja Daerah
1 2007 Rp5.260.655.027 Rp340.723.011.207
2 2008 Rp3.347.504.000 Rp462.275.354.571
3 2009 Rp2.462.185.943 Rp451.121.812.291
4 2010 Rp2.474.741.335 Rp508.319.170.215
Sumber: Perhitungan APBD 2007 - 2010, Dinas PPKAD Kabupaten Ende, 2011

B. Rumusan Masalah
Apakah selama kurun waktu 2007 – 2010 alokasi anggaran belanja pariwisata pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Ende dapat meningkatkan sektor pariwisata?

C. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2002: 16). Anggaran dapat diinterprestasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Di dalam tampilan anggaran selalu disertakan data penerimaan dan pengeluaran yang terjadi pada masa lalu.

Dalam Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, hal–hal yang mengatur APBD terdapat dalam Bab IV Penyusunan dan Penetapan APBD Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20. APBD berfungsi tidak hanya sekadar perhitungan pendapatan dan pembelanjaan, tetapi merupakan perencanaan yang utuh dan digunakan sebagai alat perencanaan dan alat kendali yang berdaya guna bagi pembangunan daerah. Dengan demikian, APBD harus berfungsi sebagai perencanaan operasional tahunan repelita daerah, yang dimanfaatkan secara berdaya guna, mengamankan dan mendorong peningkatan pembangunan, baik dari sisi penerimaan maupun sisi pembelanjaannya. Peran dan fungsi anggaran dalam penentuan arah dan kebijakan pemerintah daerah tidak terlepas dari kemampuan anggaran daerah tersebut di dalam mencapai tujuan Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik.

Menurut Mardiasmo (2002:64) anggaran sektor publik berisikan rencana kegiatan yang dipresentasikan bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran sektor publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi. Isinya meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas, anggaran, dan estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi pada masa yang akan datang. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah memerlukan pendapatan yang tidak sedikit untuk membiayai pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik.

Fungsi dan peranan pemerintah daerah dalam mengelola administrasi pendapatan dan pengeluaran daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada dasarnya melaksanakan beberapa fungsi, antara lain adalah
1. fungsi alokasi;
2. fungsi distribusi; dan
3. fungsi stabilisasi.

Penerapan ketiga fungsi ini akan dapat memotivasi pertumbuhan potensi ekonomi daerah, peningkatan taraf hidup masyarakat, dan kegiatan pembangunan lainnya. Di samping itu, APBD juga merupakan penjabaran dari Pola Dasar (Poldas) Pembangunan dan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) yang dinyatakan dalam satu tahun anggaran.

D. Klasifikasi Belanja Daerah dalam APBD
Dalam Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 16 ayat (4) menyatakan “Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja”. Dalam penjelasan pasal dan ayat tersebut dikatakan bahwa “Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah. Rincian belanja daerah menurut fungsi, antara lain, terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (yang sifat ekonomis), antara lain, terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

Menurut Mardiasmo (2002:175) manajemen pengeluaran daerah mencakup perencanaan dan pengendalian pengeluaran/belanja daerah. Perencanaan dan pengendalian dalam perspektif umum merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan tidak terpisahkan. Perencanaan dan pengendalian dapat dilihat sebagai serangkaian tahapan aktivitas manajemen yang berkesinambungan sehingga membentuk suatu siklus. Artinya, suatu tahapan tertentu akan terkait dengan tahapan lain dan terintegrasi dalam suatu siklus.

Menurut Ritonga (2010:37) belanja daerah adalah semua pengeluaran dari Bendahara Pengeluaran atau Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

Menurut Mardiasmo (2003:4,6-8), struktur anggaran belanja daerah menurut bagian belanja terdiri atas bagian belanja aparatur daerah dan bagian belanja pelayanan publik. Setiap bagian belanja dirinci menurut kelompok belanja yang meliputi belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak tersangka. Setiap kelompok belanja dirinci menurut jenis belanja. Setiap jenis belanja dirinci menurut obyek belanja.

Dalam Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Susunan belanja daerah dalam APBD adalah sebagai berikut.
a. Belanja daerah dirinci menurut bagian, kelompok, jenis, objek dan rincian objek belanja.
b. Bagian belanja daerah terdiri atas aparatur daerah dan pelayanan publik.
c. Bagian belanja aparatur daerah dirinci lebih lanjut ke dalam kelompok belanja yang terdiri atas: belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak tersangka.
d. Bagian belanja pelayanan publik dirinci lebih lanjut kedalam kelompok belanja yang terdiri atas: belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak tersangka.
e. Kelompok belanja administrasi umum dan belanja operasi dan pemeliharaan dirinci lebih lanjut ke dalam jenis belanja: belanja pegawai/personalia, belanja barang / jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas.
f. Kelompok belanja modal dirinci lebih lanjut menurut jenis belanja, antara lain berupa: belanja modal tanah, belanja modal jaringan, belanja modal instalasi, belanja modal jalan dan jembatan, belanja modal bangunan air (irigasi), belanja modal bangunan gedung dan lainnya.
g. Setiap jenis belanja dirinci lebih lanjut menurut objek belanja. Misalnya jenis belanja pegawai dirinci lebih lanjut ke dalam objek belanja, antara lain, berupa: gaji dan tunjangan pegawai, tunjangan khusus pegawai, insentif, honorarium dan upah.
h. Setiap obyek belanja dirinci lebih lanjut menurut rincian obyek belanja. Misal obyek belanja gaji dan tunjangan pegawai dirinci lebih lanjut ke dalam rincian obyek belanja antara lain berupa: gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan.
Deskripsi belanja daerah yang terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah sebagai berikut.
a. Belanja aparatur daerah adalah belanja yang manfaatnya cenderung atau lebih dinikmati oleh aparatur pemerintah atau tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat/publik.
b. Belanja pelayanan publik adalah belanja yang manfaatnya cenderung atau lebih besar (secara langsung) dinikmati oleh masyarakat/publik.
c. Belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran daerah untuk pengeluaran periodik dan tidak berhubungan langsung dengan suatu aktivitas/kegiatan dan manfaatnya cenderung kurang dari satu tahun anggaran dan tidak menambah aset daerah.
d. Belanja operasi dan pemeliharaan adalah semua pengeluaran daerah yang berhubungan langsung dengan suatu pelaksanaan aktivitas/kegiatan dan manfaatnya kurang dari satu tahun anggaran dan tidak menambah aset daerah.
e. Belanja modal adalah semua pengeluaran daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset daerah atau kekayaan daerah.
f. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan adalah semua pengeluaran daerah yang bersifat pengalihan uang dan atau barang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang dan barang tersebut.
g. Belanja tidak tersangka adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan–kegiatan yang tidak tersangka dan kejadian–kejadian yang sifatnya luar biasa, misalnya bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah. Kriteria penetapan kelompok belanja ini ditetapkan secara tersendiri dalam peraturan daerah dan keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
h. Belanja pegawai adalah semua pengeluaran daerah untuk pegawai dan personalia.
i. Belanja barang dan jasa adalah semua pengeluaran daerah untuk penyediaan barang dan jasa dan yang mempunyai masa manfaat kurang dari satu tahun anggaran. Barang daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya.
j. Belanja pemeliharaan adalah semua pengeluaran daerah untuk memelihara aset daerah/barang daerah. Belanja pemeliharaan berfungsi untuk menjaga/memelihara fungsi kemanfaatan aset daerah.
k. Belanja perjalanan dinas adalah semua pengeluaran daerah untuk biaya perjalanan pegawai/personalia.

World Bank (Setwilda Jateng–PAU UGM, 1999:9), dalam mengalokasi belanja daerah harus juga diperhatikan tentang prinsip–prinsip pokok perencanaan anggaran daerah yaitu 1) komprehensif dan disiplin anggaran daerah; 2) fleksibilitas; 3) terprediksi kebijakan yang akan diambil; 4) kejujuran; 5) informasi merupakan basis dari kejujuran dan proses pengambilan keputusan yang baik; dan 6) transparan dan akuntabilitas.

Dari prinsip–prinsip itu, APBD disusun secara bruto mengingat perkiraan bersih jumlah anggaran selama satu tahun sangat sulit. Kesulitan itu dapat diatasi dengan menganggarkan belanja pada kemungkinan pengeluaran tertinggi untuk setiap item belanja.

Pemerintah daerah sebagai pengelola keuangan daerah merupakan institusi yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan APBD. Pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan APBD ke unit kerja yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) guna pencapaian target-target kinerja. Pradhan (1996:9) menyebutkan bahwa ada 6 prinsip dasar dalam pengalokasian anggaran kepada unit kerja dan antarjenis belanja, berikut ini.
a. Tingkat belanja agregat (total) dan total defisit dari semua unit kerja harus selaras dengan kerangka kebijakan makro ekonomi.
b. Arah pengalokasian anggaran antarunit kerja dan dalam berbagai jenis pengeluaran adalah untuk peningkatan kesejahteraan sosial.
c. Kriteria utama dalam pemilihan program yang akan disediakan dan dibelanjai adalah ada tidaknya kegagalan pasar (market failure).
d. Implikasi dan program–program kunci pada kelompok miskin, harus dianalisis dengan baik.
e. Alokasi dana untuk belanja rutin dan belanja pembangunan yang ada dalam tiap program dan sektor harus dianalisis secara integratif.
f. Lembaga–lembaga yang terkait dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus terus dievaluasi agar struktur insentif yang ada tetap relevan untuk meningkatkan: a) disiplin fiskal; b) tingkat efisiensi dan equity dari daftar skala prioritas yang diajukan tiap unit kerja, dan c) efisiensi teknis dalam penggunaan dana yang dianggarkan.

Pada poin f di atas, ditekankan bahwa perlu adanya evaluasi agar struktur tetap relevan dengan disiplin fiskal, efisiensi dan equity prioritas, serta efisiensi dana yang dianggarkan. Disiplin fiskal berkaitan dengan aparatur pemerintah, efisiensi dan equity prioritas berkaitan dengan ketersediaan aset daerah, dan efisiensi dana yang dianggarkan sangat bergantung pada desain organisasi pemerintah daerah.

E. Sektor–Sektor Bidang Kewenangan Provinsi dan Kabupaten / Kota
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Bab II Urusan Pemerintah Pasal 2 Ayat (4) meliputi: a) pendidikan; b) kesehatan; c) pekerjaan umum; d) perumahan; e) penataan ruang; f) perencanaan pembangunan; g) perhubungan; h) lingkungan hidup; i) pertanahan; j) kependudukan dan catatan sipil; k) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; l) keluarga berencana dan keluarga sejahtera; m) sosial; n) ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; o) koperasi dan usaha kecil dan menengah; p) penanaman modal; q) kebudayaan dan pariwisata; r) kepemudaan dan olahraga; s) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; t) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; u) pemberdayaan masyarakat desa; v) statistik; w) kearsipan; x) perpustakaan; y) komunikasi dan informatika; z) pertanian dan ketahanan pangan; aa) kehutanan; bb) energi dan sumber daya mineral; cc) kelautan dan perikanan; dd) perdaganan; dan ee) perindustran.

F. Pariwisata
Menurut Gunawan dan Herlina, (2000: 1) Pariwisata adalah perpindahan sementara manusia ke daerah tujuan di luar tempat mereka tinggal dan bekerja sehari–hari, bersama dengan kegiatan dan pengalaman selama perjalanan mereka, termasuk kesenangan, hiburan, budaya, bisnis, konferensi, mengunjungi teman dan kerabat, petualangan, pengembangan diri, atau kombinasi dari berbagai hal tersebut di atas.

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah (Pasal 1 Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009).

Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi dan multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha (Pasal 1 Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009)

Asas kepariwisataan merupakan (Pasal 2 Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009) a) manfaat; b) kekeluargaan; c) adil dan merata; d) keseimbangan; e) kemandirian; f) kelestarian; g) partisipatif; h) berkelanjutan; i) demokratis; j) kesetaraan; dan k) kesatuan.

Tujuan kepariwisataan (Pasal 4 Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009) adalah a) meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b) meningkatkan kesejahteraan rakyat; c) menghapus kemiskinan; d) mengatasi pengangguran; e) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; f) memajukan kebudayaan; g) mengangkat citra bangsa; h) memupuk rasa citra bangsa; i) memupuk rasa cinta tanah air; j) memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan k) mempererat persahabatan antarbangsa.

Menurut Gunawan dan Herlina (2000:1), pengembangan pariwisata merupakan suatu tindakan yang menentukan dalam semua program pengembangan wilayah, provinsi maupun masyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa cara untuk menarik investor dan bisnis ke dalam suatu daerah, yaitu pengembangan pertanian, dan sektor primer lain, industri dan pariwisata. Di antara ketiganya, pengembangan pariwisata merupakan sektor yang paling cepat dikembangkan dengan metode yang paling mudah.

G. Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Comparative Budget Statement (CBS) dan Analisis Proporsi Kelompok Bidang Kewenangan (KBK) terhadap Total Belanja APBD. Metode Comparative Budget Statement (CBS) terdiri dari Comparative Budget Statement Horizontal (CBS) dan Comparative Budget Statement (CBS) Vertikal. Metode Comparative Budget Statement (CBS) baik secara horizontal maupun vertikal disesuaikan dengan variabel yang digunakan.

1. Comparative Budget Statement (CBS) Horizontal
Metode Comparative Budget Statement Horizontal disesuaikan dengan variabel yang digunakan untuk mengkaji perbandingan perkembangan atau pertumbuhan belanja dari tahun ke tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara horizontal dengan tiga ukuran yaitu absolut, relatif dan rasio (Widodo, 1990:77–78).
Rumusnya adalah sebagai berikut.
Absolut : Ab = Vx – Vx-1

Vx – Vx-1
Relatif : R1 = x 100%
Vx-1

Vx
Rasio : Ro =
Vx-1

Keterangan:
Ab = CBS Absolut
R1 = CBS Relatif
Ro = CBS Rasio
Vx = Variabel tertentu tahun x
Vx-1= Variabel tertentu tahun sebelumnya
Apabila Comparative Budget Statement Horizontal secara absolut (Ab) dan relatif (R1) bertanda negatif menunjukkan terjadinya penurunan dan sebaliknya, sedangkan jika Comparative Budget Statement horizontal secara rasio (Ro) kurang dari satu menunjukkan terjadinya penurunan dan sebaliknya (Widodo, 1990:77–78).
2. Comparative Budget Statement (CBS) Vertikal
Metode Comparative Budget Statement (CBS) Vertikal mengkaji perbandingan posisi dari tiap–tiap pos belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
V1
P1 = x 100%
Vt

V2
P2 = x 100%
Vt

Keterangan:
P1 = Proporsi variabel 1
P2 = Proporsi variabel 2
Vt = Variabel tertentu
Secara rata–rata dapat diketahui persentase belanja selama periode pengamatan pada sektor pariwisata.

H. Pembahasan
Yang termasuk dalam pembahasan penelitian ini adalah gambaran singkat Kabupaten Ende, definisi operasional, dan hasil analisis.
1. Gambaran Singkat Kabupaten Ende
Yang termasuk dalam gambaran singkat Kabupaten Ende adalah visi dan misi Kabupaten Ende, Kondisi Geografis Kabupaten Ende, dan gambaran umum demografis.
a. Visi dan Misi Kabupaten Ende
Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Ende adalah sebagai berikut:
1) Visi Pemerintah Kabupaten Ende adalah: “Terwujudnya masyarakat Ende Lio sare pawe”. Ende Lio Sare Pawe dalam bahasa Indonesia mempunyai arti Masyarakat Ende Lio yang sejahtera lahir (sare) dan batin (pawe).
2) Misi
Misi Pemerintah Kabupaten Ende adalah sebagai berikut.
a) Mewujudkan kualitas keamanan, ketertiban, kesejahteraan sosial dan kehidupan beragama.
b) Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan.
c) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan.
d) Meningkatkan perekonomian rakyat.
e) Menumbuhkembangkan budaya lokal, untuk mendukung pariwisata.
f) Meningkatkan kesadaran masyarakat di bidang hukum dan penataan birokrasi menuju tata pemerintahan yang baik.
g) Meningkatkan pembangunan infrastruktur, dan lingkungan hidup.
h) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan.
b. Kondisi Geografis Daerah Kabupaten Ende
Kabupaten Ende merupakan salah satu dari 20 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah 2.046,60 km2, secara administrasi terdiri atas 20 kecamatan, 191 desa dan 23 kelurahan, terletak di bagian tengah Pulau Flores dengan batas–batas sebagai berikut.
• Sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores pada 122° 50’41”BT dan 8° 54’47” LS di Nangamboa atau 122° BT dan 8° 54’47” LS di Ngalu Ijukate (Natural Border)
• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Sawu pada 121°24’27”BT dan 8° 54’47” LS di Nangamboa atau 121° BT dan 8° 54’47” LS di Ngalu Ijukate (Natural Border)
• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sikka dari pantai utara 121°02’BT dan 8° 26’04”LS di Nangambawe ke arah tengah pada 121°55’44”dan 8° 43’44” LS di Nangamanuria ke arah pantai selatan pada 122° BT dan 8° 54’47” LS di Ngalu Ijukate (Artificial Border)
• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Nagekeo, namun data pengukuran derajat perbatasan belum ditentukan, masih menggunakan derajat batas dengan Kabupaten Ngada, yakni dari pantai utara 121°50’41” BT dan 8° 26’04” LS di Nanganioniba kearah utara 121°26’04” BT dan 8° 4’17” LS di Sanggawangarowa kearah pantai selatan pada 122° 24’27 BT dan 8° 54’27”LS di Nangamboa (Artifical Border).
Pembagian wilayah Kabupaten Ende menurut ketinggian dari permukaan laut terdiri atas 79,4 persen dengan ketinggian lebih kurang dari 500 meter. Dengan pembagian tingkat kemiringan lereng 3,02% dengan kemiringan 0–3%, 5,85% dengan kemiringan 3–12%, 19,59% dengan kemiringan 12–40%, dan 71,54% dengan kemiringan di atas 40% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Ende.
Di bagian selatan Kabupaten Ende terletak pada jalur dalam deretan gunung api, diantaranya Gunung Api Iya yang berketinggian 637 meter dengan letusan terakhir pada tahun 1969, dan Gunung Mutubusa yang berketinggian 1.690 meter dengan letusan terakhir pada tahun 1938.
c. Gambaran Umum Demografis Kabupaten Ende
Penduduk Kabupaten Ende pada hasil Registrasi Penduduk Akhir Tahun 2009 tercatat sebanyak 254.604 jiwa, dengan komposisi 133.449 jiwa penduduk perempuan dan 121.155 jiwa penduduk laki–laki. Rata–rata laju pertumbuhan sebesar 1,45% per tahun, dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 124 penduduk per km². Jumlah kepala keluarga hasil Registrasi Penduduk adalah sebesar 57.549 RT dengan rata–rata penduduk per RT tidak terlalu bervariasi yakni antara 3–6 jiwa per RT pada setiap kecamatan, sedangkan rata–rata penduduk per RT untuk Kabupaten Ende adalah 4 jiwa per RT.
Komposisi penduduk berdasarkanuUsia 0–14 tahun (anak-anak): laki–laki sebesar 37,76%, perempuan sebesar 30,33%; 15–49 tahun (dewasa) laki–laki sebesar 46,91%, perempuan sebesar 51,81%; ≥50 (lanjut usia) tahun laki–laki sebesar 15,33%, perempuan sebesar 17,86%. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk berusia produktif (15–49 tahun) lebih tinggi, yakni sebesar 125.672 jiwa atau 49,36% dari total penduduk Kabupaten Ende.
Menurut lapangan usaha utama penduduk yang berumur 10 tahun ke atas: kelompok lapangan usaha primer (pertanian) menempati urutan teratas dengan jumlah sebesar 78,049 jiwa, menyusul kelompok tersier (perdagangan, angkutan, keuangan dan jasa–jasa) sebesar 25.304 jiwa dan kelompok sekunder (pertambangan dan penggalian, industri, listrik dan air minum, bangunan dan konstruksi) sebesar 16.741 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa terbanyak tenaga kerja di Kabupaten Ende yang bekerja di sektor pertanian.
2. Definisi Operasional
Beberapa definisi operasional dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Alokasi adalah penentuan banyaknya uang yang disediakan untuk suatu keperluan.
b. Belanja adalah uang yang dikeluarkan untuk suatu keperluan.
c. Sektor adalah lingkungan suatu usaha.
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD oleh pemerintah daerah digunakan sebagai dasar untuk melakukan aktivitas pengeluaran dana masyarakat dalam melakukan pemberian pelayanan kepada masyarakat.
e. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
3. Hasil Analisis
Yang termasuk dalam hasil analisis adalah Comparative Budget Statement (CBS) Horizontal dan Comparative Budget Statement (CBS) Vertikal.
a. Comparative Budget Statement (CBS) Horizontal
Hasil perhitungan Comparative Budget Statement (CBS) Horizontal dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2
Comparative Budget Statement (CBS) Horizontal
Belanja Daerah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende
Tahun Anggaran 2007–2010
No. TA BUDPAR TOTAL BELANJA CBSHORIZONTAL ABSOLUT RELATIF RASIO
1 2007 Rp.5.260.655.027 Rp.340.723.011.207 Rp. 3.482.295.027 2858,15% 2,96
2 2008 Rp.3.347.504.000 Rp.462.275.354.571 Rp. -1.913.151.027 -36,37% 0,64
3 2009 Rp.2.462.185.943 Rp.456.818.284.948 Rp. -885.318.057 -2644,71% 0,74
4 2010 Rp.2.474.741.335 Rp.508.319.170.215 Rp. 12.555.392 50,99% 1,01
Sumber: Data Diolah
Perhitungan CBS Horizontal secara Absolut pada tahun 2007 terjadi kenaikan yang sangat besar pada belanja sektor kebudayaan dan pariwisata dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp3.482.295.027,00. Pada tahun 2006 Rp1.778.360.000,00 naik menjadi Rp5.260.655.027,00. Kenaikan ini disebabkan karena penggabungan Dinas Pariwisata menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Bidang Kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dipindah ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dengan beberapa kegiatan–kegiatan yang termasuk dalamnya.
Pada tahun 2008 terjadi penurunan belanja sektor kebudayaan dan pariwisata dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunannya adalah Rp1.913.151.027,00. Pada Tahun 2007 belanja sektor kebudayaan dan pariwisata sebesar Rp5.260.655.027,00 turun menjadi Rp3.347.504.000,00. Belanja terbesar adalah belanja pegawai sedangkan belanja lain hanya untuk memonitor kegiatan.
Pada tahun 2009 juga terjadi penurunan tetapi tidak sebesar pada tahun sebelumnya yaitu Rp885.318.057,00. Belanja Sektor Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2008 sebesar Rp3.347.504.000,00 dan pada tahun 2009 turun menjadi Rp2.462.185.943,00. Pada tahun anggaran ini belanja terbesar adalah belanja pegawai dan hal–hal yang berkaitan dengan kepentingan pegawai.
Pada tahun 2010 tahun terakhir penelitian ini terjadi peningkatan belanja sedikit di sektor kebudayaan dan pariwisata dari tahun sebelumnya yaitu Rp12.555.392,00. Pada tahun 2009 sebesar Rp2.462.185.943,00 dan pada tahun 2010 sebesar Rp2.474.741.335,00.
Perhitungan CBS Horizontal secara relatif pada tahun 2007 bertumbuh 2.858,15% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi penurunan sebesar 36,37% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 terjadi penurununan sebesar 2.644,71% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 atau tahun terakhir penelitian ini terjadi peningkatan anggaran sebesar 50,99% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Perhitungan CBS Horizontal secara rasio pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 2,96 kali. Pada tahun 2008 terjadi penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 0,64 kali. Pada tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 0,74 kali dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 terjadi kenaikan sebesar 1,01 kali dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
b. Comparative Budget Statement (CBS) Vertikal
Hasil perhitungan Comparative Budget Statement (CBS) Veritikal dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3
Comparative Budget Statement (CBS) Vertikal
Belanja Daerah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende
Tahun Anggaran 2007–2010
No. Tahun Anggaran BUDPAR TOTAL BELANJA CBS VERTIKAL
1 2007 Rp. 5.260.655.027 Rp. 340.723.011.207 1,54%
2 2008 Rp. 3.347.504.000 Rp. 462.275.354.571 0,72%
3 2009 Rp. 2.462.185.943 Rp. 456.818.284.948 0,54%
4 2010 Rp. 2.474.741.335 Rp. 508.319.170.215 0,49%
Sumber: Data Diolah
Pada tahun 2007 CBS Vertikal secara rata–rata sebesar 1,54% dari Belanja Daerah. Pada tahun 2008 secara rata–rata sebesar 0,72% dari Belanja Daerah. Pada tahun 2009 secara rata–rata sebesar 0,54% dari Belanja Daerah. Pada tahun 2010 secara rata–rata sebesar 0,49% dari Belanja Daerah. Jadi, secara rata–rata paling banyak sektor kebudayaan dan pariwisata mendapat persentase terbesar dari belanja daerah adalah pada tahun 2007 yaitu lebih besar dari 1%.
Berdasarkan analisa dari CBS Vertikal apabila dikaitkan dengan tujuan kepariwisataan sesuai dengan Pasal 4 Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dapat dibahas sebagai berikut.
Menurut Pasal 4 Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ada sepuluh tujuan kepariwisataan, yang akan dibahas dalam penelitian ini ada enam tujuan yang berkaitan dengan Kabupaten Ende. Keenam tujuan itu adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, serta memajukan kebudayaan. Secara rata–rata alokasi belanja daerah sektor kebudayaan dan pariwisata dari APBD Kabupaten Ende Tahun Anggaran 2007–2010 tidak akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, tidak akan mampu menghapus kemiskinan, tidak dapat mengatasi pengangguran, tidak dapat melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, serta tidak dapat memajukan kebudayaan

I. Kesimpulan dan Saran
Yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Perhitungan CBS Horizontal secara Absolut pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang sangat besar senilai Rp3.482.295.027,00. Perhitungan CBS Horizontal secara Relatif pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang luar biasa sebesar 2.858,15% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perhitungan CBS Horizontal secara Rasio pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 2,96 kali dibandingkan tahun sebelumnya. Perhitungan CBS Vertikal pada tahun 2007 secara rata–rata lebih besar daripada tahun sebelumnya dan tahun–tahun sesudahnya, penelitian ini menunjukkan sebesar 1,54% dari Belanja Daerah Kabupaten Ende.
Pemerintah Kabupaten Ende selama periode pengamatan tidak memperhatikan pembangunan di sektor kebudayaan dan pariwisata padahal dalam visi dan misi Kabupaten Ende, ada poin tentang pembangunan kebudayaan dan pariwisata. Apabila dikaitkan dengan Pasal 4 Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan maka dengan alokasi belanja daerah sektor pariwisata Kabupaten Ende tidak akan tercapai tujuan–tujuan tersebut.
Yang disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Penyusunan anggaran pada tahun–tahun yang akan datang agar memprioritaskan pada visi dan misi yang telah disusun sehingga pembangunan itu lebih terarah. Sektor kebudayaan dan pariwisata merupakan kekayaan yang dimiliki oleh Kabupaten Ende namun tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah Kabupaten Ende. Hal ini terjadi apakah karena pemerintah tidak tahu memanfaatkan atau karena tidak memiliki sumber daya pengelolaan kekayaan tersebut. Pemerintah Kabupaten Ende perlu mengajak semua pemangku kepentingan pariwisata untuk merencanakan pengembangan sektor pariwisata yang berbasiskan kebudayaan.

J. Daftar Pustaka
Ende.go.id

Gunawan, Myra P dan Ina Herlina. 2000. Garis Besar Perencanaan Pengembangan Dan Pemasaran Pariwisata di Tingkat Lokal dan Wilayah. Puslit Kepariwisataan ITB. Bandung.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi Offset. Yogyakarta.

--------------. 2003. Modul Laporan Keuangan Daerah: Konversi APBD dan Laporan APBD dengan Struktur Yang Baru. MEP UGM. Yogyakarta.

Pradhan, Sanjay. 1996. Evaluating Public Spending: A Framework for Public Expenditure Review, World Bank Discussion Papers. The World Bank Washington D.C.

Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Akuntansi Pemerintahan Daerah. Sekolah Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Tim Kompas. 2011. Ekspedisi Jejak Peradaban NTT. Kompas. Jakarta.

Widodo, Hg, T,S. 1990. Indikator Ekonomi. Kanisius. Yogyakarta.

Disqus Comments