Dalam Undang–Undang Dasar 1945
hasil amandamen Tahun 2002 Pasal 18, 18A, 18B yang mengatur tentang Pemerintah
Daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan. Hal lain yaitu hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan Undang-Undang.
Sebelum dilakukannya Amandamen
UUD 1945 dalam Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah;
Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, telah membawa perubahan yang mendasar pada
tata pemerintahan dan hubungan keuangan, sekaligus membawa perubahan penting
dalam pengelolaan anggaran daerah. Perubahan mendasar dimaksud adalah
memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya mengakomodasikan
berbagai tuntutan dan aspirasi di daerah dalam upaya mensejahterakan
masyarakat. Saat ini sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam pelaksanaan
Otonomi Daerah maka Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang–Undang Nomor
25 Tahun 1999 telah dirubah dengan Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang–Undang
Nomor 33 Tahun 2004.
B.
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
(APBD)
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan pemerintah
daerah yang disusun berdasarkan ketentuan perundangan serta berbagai
pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian
dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mudah dilakukan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat menjadi sarana bagi pihak
tertentu untuk melihat atau mengetahui kemampuan daerah baik dari sisi
pendapatan dan sisi belanja. Dalam hal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) ini, pemerintah daerah melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan
secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Anggaran menurut Indra Bastian
dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2001) dapat diintreprestasikan sebagai paket
pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi
dalam satu atau beberapa periode mendatang. Didalam tampilan anggaran selalu
disertakan data penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di masa lalu. Jadi
dapat dikatakan juga bahwa APBD adalah rencana keuangan yang diharapkan terjadi
di tahun mendatang oleh Pemda dan DPRD dan harus ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Yang dimaksud dengan Rencana Keuangan adalah rencana yang berisi
pendapatan/penerimaan dan belanja/pengeluaran daerah.
Unsur yang mencakup
APBD adalah Pendapatan, Belanja, Transfer dan Pembiayaan. Yang termasuk dalam
Pendapatan adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Transfer dari Pempus dan/atau
Pemprop, dan Lain–Lain Pendapatan Yang Sah. Yang termasuk Belanja adalah Belanja
Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga. Transfer maksudnya adalah Bagi
Hasil ke Desa. Sedangkan yang termasuk dalam Pembiayaan adalah Penerimaan
Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Yang menjadi fokus dari tulisan ini
adalah bagaimana dengan pendapatan yang diterima dapat dibelanjakan sehingga
terlihat keberpihakan kepada rakyat serta terus berusaha agar terjadi
kesinambungan dalam mengelola APBD yang tercermin dalam pembiayaan.
Pendapatan yang
diterima Pemerintah Daerah–Pemerintah Daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) baik
itu Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten sebagian besar adalah
pendapatan yang berasal dari transfer pemerintah pusat. PAD dan Lain–Lain
Pendapatan Yang Sah memberikan sumbangan yang terkecil, prosentasenya sekitar
kurang dari 3% dari Pendapatan dalam APBDnya. Sisa 97% hampir seluruhnya
merupakan transfer dari Pemerintah Pusat berupa Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus sedangkan Dana Bagi Hasil baik Pajak maupun Hasil Sumber Daya Alam
(SDA) sangat sedikit. Dari penjelasan ini dapat dikatakan bahwa Penerimaan
Daerah dalam APBD Propinsi maupun Kabupaten di NTT merupakan bantuan dana dari
Pemerintah Pusat.
C.
Prioritas APBD
Pengalaman yang terjadi selama
ini menunjukkan bahwa manajemen keuangan daerah masih memprihatinkan. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah khususnya pengeluaran daerah belum mampu berperan
sebagai insentif dalam mendorong laju pembangunan di daerah. Disamping itu,
banyak ditemukan keluhan masyarakat yang berkaitan dengan pengalokasian
anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas serta kurang
mencerminkan aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas (value for money).
Strategi dan prioritas dalam
penganggaran daerah termasuk kategori perumusan kebijakan anggaran yang disusun
berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi
permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh daerah dalam pencapaian arah dan
kebijakan umum APBD.
Penyusunan Kebijakan Umum APBD
pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis daerah. Tingkat
pencapaian yang direncanakan dalam satu tahun anggaran menunjukkan tahapan dan
perkembangan dari tingkat pencapaian yang diharapkan pada rencana jangka
menengah dan rencana jangka panjang. Selanjutnya berdasarkan arah dan kebijakan
umum APBD, daerah menyusun Prioritas dan Plafon Anggaran.
Prioritas dalam mengalokasi
belanja daerah pada APBD merupakan hal terpenting dalam menentukan keberhasilan
pemerintah daerah, karena alokasi yang tepat dan baik akan mencerminkan arah
pembangunan daerah. Prioritas merupakan suatu upaya mendahulukan atau
mengutamakan sesuatu daripada yang lain. Prioritas adalah suatu proses dinamis
dalam pembuatan keputusan atau tindakan yang pada saat tertentu dinilai paling
penting dengan dukungan komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Penetapan prioritas tidak hanya mencakup keputusan apa yang penting untuk
dilakukan, tetapi juga menentukan skala atau peringkat program atau kegiatan
yang harus dilakukan lebih dahulu dibandingkan program atau kegiatan yang lain
(Permendagri Nomor 13 Tahun 2006).
Halim (2003:9) menyatakan
penentuan skala prioritas anggaran belanja daerah sangat penting dilakukan,
karena adanya keterbatasan sumber dana, hasil dari penjaringan aspirasi
masyarakat luas, variasi pelayanan masyarakat yang harus disediakan oleh
pemerintah daerah dan adanya suatu kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak,
sehingga memerlukan penanganan yang harus didahulukan melalui program kerja. Didalam
menentukan prioritas anggaran belanja daerah, perlu dipertimbangkan beberapa
aspek, yaitu: a) tingkat pentingnya dalam pencapaian tujuan; b) resiko atau
biaya dan manfaat yang timbul; c) kapasitas sumber daya organisasi; d) kendala–kendala
yang mungkin dihadapi; dan e) dampak akhir dari setiap strategi.
Pusat Studi Antar Universitas
Studi Ekonomi (PAU–SE) UGM (2000:1), menyatakan metode pendekatan anggaran
daerah khususnya model perencanaan pengeluaran pemerintah daerah yang baik akan
dapat mendekatkan program-program pemerintah daerah dengan tuntutan dan
kebutuhan publik dalam suatu skema prioritas dan transparan. Selanjutnya
Makhfatih (2004: 6), menyebutkan strategi dan prioritas disusun mengingat
ketersediaan dana yang terbatas, banyaknya kebutuhan masyarakat yang harus
dipenuhi, banyaknya pelayanan publik yang harus disediakan dan adanya program
yang harus didahulukan karena sifatnya mendesak. Hal ini dimaksudkan agar
tujuan dan sasaran sesuai dengan arah dan kebijakan yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
Pendekatan yang digunakan
dalam klasifikasi perumusan prioritas APBD sama dengan pendekatan yang
digunakan dalam klasifikasi perumusan Kebijakan Umum APBD, yaitu berdasarkan
bidang kewenangan pemerintahan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Ada
21 bidang kewenangan Pemerintah Kabupaten sesuai dengan Kepmendagri 29 Tahun
2002, saat ini berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Urusan Pemerintah
Daerah dibagi menjadi 2 Urusan yaitu Urusan Wajib ada 25 bidang dan Urusan
Pilihan 8 bidang yang untuk memudahkan penilaian terhadap kinerjanya maka
dilakukan pengelompokkan menjadi 5 kelompok, yang disebut Kelompok Bidang
Kewenangan (KBK). Kelompok Bidang Kewenangan itu adalah: 1) Kelompok Bidang
Kewenangan Pelayanan Dasar; 2) Kelompok Bidang Kewenangan Fasilitas Umum; 3)
Kelompok Bidang Kewenangan Pembangunan Ekonomi; 4) Kelompok Bidang Kewenangan
Sosial dan Keamanan; 5) Kelompok Bidang Kewenangan Administrasi Umum
Pemerintahan.
Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Magister Ekonomika Pembangunan UGM bekerja sama dengan Bank
Mandiri pada tahun 2003 dibuatlah kelompok–kelompok yang menjadi bidang
kewenangan pemerintah daerah yang masih mengacu dari Kepmendagri Nomor 29 Tahun
2002. Pada saat ada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdapat penambahan atau
pengembangan dari bidang kewenangan pemerintah daerah tetapi kalau mengacu pada
hasil penelitian diatas dapat tetap dimasukkan dalam 5 (lima) Kelompok Bidang
Kewenangan.
Tabel 1
Daftar Kelompok dan Bidang Kewenanogan
Pada Tabel 2 berikut disajikan
fungsi dari kelompok dan bidang kewenangan daerah. Strategi pengalokasian
belanja pada APBD atau kebijakan umum APBD dalam membelanjakan dana yang telah
direncanakan untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran diharapkan agar
memakai KBK atau Kelompok Bidang Kewenangan.
Tabel 2
Daftar Kelompok Bidang
Kewenangan dan Fungsi
Dari 5 KBK diatas dapat
dikatakan bahwa untuk memprioritaskan pengalokasian anggaran belanja sangat
diharapkan agar mengikuti urutan KBK ini.
D. Kesimpulan
Yang menjadi
kesimpulan dari tulisan yang sederhana ini, yaitu
- Pengalokasian
anggaran belanja daerah yang ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) diharapkan sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas
masyarakat.
- Pengelolaan
keuangan daerah belum mencerminkan aspek Value For Money (ekonomis, efektif dan efisien).
- Dengan
KBK diketahui kinerja untuk mencapai kebutuhan dan skala prioritas dalam
membelanjakan APBD.
E. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Dalam Negeri
Republik Indonesia. 2002. “Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah
Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah”.
Direktorat Pengelolaan Keuangan Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.
Jakarta.
Departemen Dalam Negeri
Republik Indonesia. 2006. “Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah”. Jakarta.
Halim, Abdul. 2003. “Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Yang Berorientasi Pada Kinerja Pemerintah Kota Cirebon”. Modul Workshop. Pemkot Cirebon dan KKD
FE UGM. Yogyakarta.
Magister Ekonomika
Pembangunan UGM dan Bank Mandiri. 2003. “Model
Keuangan Daerah Yang Berkelanjutan, Panduan Penyusunan Prioritas APBD dan
Plafon Anggaran”. MEP UGM. Yogyakarta.
Makhfatih, Akhmad. 2004. “Teknik Penyusunan Dokumen Perencanaan,
Perencanaan Ekonomi Daerah Terpadu”. Modul
6 Workshop. PSEKP. Yogyakarta.
Pemerintah Republik
Indonesia. 2002. Undang–Undang Dasar
1945 Hasil Amandamen Tahun 2002. Jakarta.
Pusat Antar Universitas –
Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada. 2000. “Pengembangan Model Standar Analisa Belanja Anggaran Daerah”. Laporan Akhir Penelitian. Yogyakarta.