Kejuaraan Sepak bola El Tari Memorial Cup


Oleh : Josef A. Gadi Djou
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Flores,
Kandidat Doctor Ekonomi Pariwisata UGM Yogyakarta

POS KUPANG.COM – Pertandingan sepak bola bergengsi tingkat provinsi NTT, El Tari Memorial Cup atau ETMC sudah dimulai sejak Sabtu, 22 Juli 2017 di kota Ende. Kontingen dari berbagai kabupaten di NTT berdatangan di Ende dan disambut meriah secara adat oleh Panitia ETMC 2017. Warga Kota Ende khususnya dan kabupaten Ende umumnya sangat antusias menyambut perhelatan akbar tingkat provinsi ini. Acara pembukaan yang meriah dan spetakuler pada Sabtu sore membuat decak kagum ribuan penonton yang hadir di Stadion Marilonga Kota Ende, Kota Pancasila. Nama pahlawan Kabupaten Ende, Marilonga, mendadak disebut–sebut masyarakat.
Ajang sepak bola merupakan tontonan olahraga yang paling menarik perhatian masyarakat di seantero jagat ini. Mulai dari tingkat internasional, tingkat nasional, regional sampai tingkat kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan tingkat kampung/dusun. Even sepak bola adalah even paling bergengsi dan paling banyak penggemarnya, kapan dan dimana saja.
Masyarakat sepak bola kabupaten Ende dengan Panitia ETMC yang professional dan di dukung penuh oleh pemerintah Kabupaten Ende, telah mempersiapkan diri sebagai tuan rumah yang dipercayai. Stadion Marilonga yang baru saja direnovasi dengan anggaran sekitar Rp 12miliyar telah menjadi stadion megah yang membanggakan. Stadion Marilonga menjadi satu–satunya stadion sepak bola di NTT yang memiliki lampu–lampu berdaya besar dan representatif untuk bisa bertanding pada malam hari. Hari–hari belakangan ini rumput lapangan dan kemegahan Stadion Marilonga mendadak menjadi destinasi wisata baru di Kota Ende.
Sebagaimana tradisi di provinsi NTT selama ini, ETMC diselenggarakan di setiap Kabupaten agar setiap kota Kabupaten memiliki sebuah stadion sepak bola megah yang dapat dibanggakan warganya. Pertanyaannya, apakah setelah berlangsungnya ETMC selama ini prestasi sepak bola NTT atau di masing–masing kabupaten telah meningkat dengan adanya stadion megah yang representatif? PSN Ngada yang pernah berlaga di final liga 3 di Solo, apakah stadion sepak bolanya jauh lebih baik dibandingkan dengan prestasi PERSE Ende yang memiliki Stadion Marilonga saat ini? Sama seperti tingkat nasional Indonesia, prestasi sepak bola provinsi NTT sampai dengan saat ini biasa–biasa saja. Mengapa itu terjadi?

Sabtu, 29 Juli 2017 10:25. (Foto: youtube)
Kompetisi tak berjalan
Prestasi sepak bola dimulai dari kompetisi terendah terus tingkat menengah dan terakhir tingkat lebih tinggi antara kabupaten kemudian antara provinsi. Kalau setiap kabupaten kompetisinya tidak berjalan bahkan tidak ada sama sekali, bagaimana mungkin diperoleh para pemain andal yang dapat berkompetisi terarah dan berkesinambungan di tingkat yang lebih tinggi? Akhirnya, setiap kabupaten berlomba–lomba mendatangkan pemain dari luar yang tentu saja dengan harga khusus lebih tinggi. Akhirnya  menjadi sangat ironis, tempat bermainnya di Provinsi NTT, tetapi para pemain bintangnya dari luar NTT. Keadaan ini tentu saja tujuan ETMC tidak akan tercapai sebagaimana yang diharapkan para perintis ETMC dahulu.
Pada zaman orde baru dimana awal penyelenggaraan ETMC banyak pemain sepakbola berprestasi diangkat menjadi PNS di kabupaten masing-masing sebagai bentuk penghargaan yang telah mengangkat nama kabupatennya. Pada saat ini untuk menjadi PNS sangat sulit. Mengharapkan para pemain menjadi professional tetapi dengan keadaan ekonominya yang morat-marit, hanyalah mimpi di siang bolong. Menjadi atlet yang professional adalah atlet yang tidak berpikir lagi bagaimana isi perutnya hari ini dan besok. Apalagi di Provinsi NTT ini sulit sekali mendapatkan tim sepakbola yang dikelola secara professional sehingga para pemain bisa hidup dari bermain sepakbola.
Dalam dunia bisnis olahraga dengan prestasi tinggi maka dapat menghidupi diri sendiri para pemain dan para pengelolanya. Secara bisnis sepakbola di NTT ini belum dapat menghidupi para pemain dan para pengelola sepakbola malah kita belum tahu apakah status kita sebagai pengelola sepakbola secara professional atau secara amatiran yang muncul pada saat ada even. Sepakbola di NTT masih berjalan di tempat baik dari segi pembinaan maupun dari segi pengelolaannya sebagai sebuah bisnis yang menghidupi dirinya sendiri.
Setiap kali penyelenggaraan ETMC semua kabupaten melalui asosiasinya mengeluarkan keikutsertaan dari APBD kabupatennya masing–masing. Banyak cerita dari pelaku sepakbola bahwa mereka diharapkan segera menghentikan laju timnya pada babak-babak awal agar dana yang telah dianggarkan dapat menjadi keuntungan pribadi para pengelola tim dan sudah pasti pemain tidak mungkin mendapatkan dana yang lebih besar. Jadi, sudah bias dihitung kerugian yang harus ditanggung karena pengelolaan yang amburadul dan mencari keuntungan pribadi dalam ajang ETMC.
ETMC menjadi tidak akan ada hasil spektakuler apabila semua stakeholder sepakbola di Provinsi NTT masih berpikir Tradisional, bukan sebagai satu-kesatuan usaha bisnis yang utuh dan berkesinambungan bagi perkembangan sepakbola di NTT. Dengan penyediaan infrastruktur yang memadai diharapkan akan menghasilkan talenta–talenta muda sepakbola berbakat dari NTT yang intinya dapat menghidupi dirinya sendiri dengan bergelut secara profesional.
ETMC yang sudah ada sejak tahun 1970-an sampai dengan tahun 2017 ini sepertinya semakin tidak berarti apa–apa untuk perkembangan sepakbola di provinsi NTT. Padahal awalnya diharapkan dengan adanya ETMC akan membuka lebar lapangan kerja baru bagi Pemuda–Pemuda NTT sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat NTT, meredam kasus perdagangan orang, angka kemiskinan di NTT menurun. Entah sampai kapan tujuan awal ETMC yang mulia ini dapat tercapai. Marilah kita merenung sambil menonton aksi para pemain setiap kabupaten di Stadion Marilonga yang megah dan mempesona.

Disqus Comments