Baju Tenun Ikat yang Mempesona

Pada waktu memperingati Hari Batik Nasional tanggal 2 Oktober 2015 lalu, harian Kompas memberitakan pameran busana dengan corak batik dari berbagai negara di dunia dengan perancang-perancang busana Indonesia terkenal, seperti Biyan, Carmenita, Oscar Lawalata, Ivan Gunawan, dan beberapa perancang terkenal lainnya. Batik memang telah mendunia. Telah dipakai oleh banyak kepala negara dan kepala pemerintahan yang berkunjung ke Indonesia. Sungguh membanggakan. Indonesia dengan penduduk keempat terbanyak dunia, batik hasil karya orang Indonesia disenangi masyarakat dunia. Ini sesuatu yang membanggakan, karya orang Indonesia mendunia. Presiden Jokowi sejak menjadi Presiden RI menjadikan batik sebagai baju pengganti jas pada acara-acara resmi kenegaraan. 



Di pesta-pesta pernikahan atau acara seremonial lain di daerah-daerah kita melihat kebanyakan peserta pesta memakai batik sebagai busana resmi dalam berbagai acara. Tidak disadari, itu salah satu cara promosi yang murah dan mudah. Mengapa baju batik begitu gampang dikenal dan digunakan secara massal? Jawabannya jelas, karena penduduk Indonesia sebagian besar orang Jawa yang memang memproduksi dan senang dengan batik. Batik menjadi barang yang murah karena pemakaiannya banyak, diproduksi secara massal, dan digunakan sebagian besar penduduk Indonesia yang didominasi orang Jawa. Keadaan tersebut di atas berbeda dengan baju tenun ikat di daerah-daerah, termasuk baju tenun ikat kita di Flores-Lembata. Pemakainya sedikit karena jumlah penduduk kita sedikit. Karena permintaan sedikit maka produksinya juga sedikit, tidak secara massal seperti batik di Jawa. Karena produksinya tidak secara massal maka harganya menjadi mahal. 

Baru-baru ini saya bertemu dengan seorang profesor dari Kupang asal Flores. Kami sama-sama mengikuti kongres profesi dan seminar nasional di Jawa. Beliau selalu menggunakan baju tenun ikat daerah Flores pada setiap sesi kongres dan seminar. Saya melihat beliau bangga dengan baju tenun ikat Flores yang digunakannya. Di samping memakai tenun ikat Flores, beliau juga memakai tenun ikat Timor. Banyak keuntungan yang diperoleh apabila kita sering menggunakan baju tenun ikat daerah kita Flores-Lembata. Karena banyak dan sering digunakan maka para penenun yang berada di kampung-kampung mendapat pesanan yang cukup, yang tentu mendapatkan keuntungan yang cukup pula. 

Di daerah kita industri rumah tangga perlu didorong karena sebagian besar kehidupan masyarakat kita berada di kampung-kampung. Perekoniman masyarakat kecil di kampung-kampung banyak bergantung pada pertanian yang bergantung pada musim hujan. Saat tidak bertani atau melaut perekonomiannya bisa dibantu dengan menenun. Untuk itu pemerintah daerah perlu membantu tumbuhnya industri-industri rumah tangga di kampung-kampung. Industri yang akan dibentuk tidak perlu industri yang besar-besar, tetapi industri rumah tangga. Sampai dengan saat ini, yang kita saksikan di kampung-kampung, industri rumah tangga tidak menjadi prioritas perhatian pemerintah, malah cenderung diabaikan. Padahal ekonomi rakyat antara lain bertumpu pada sektor industri rumah tangga. Untuk memudahkan pemasaran yang dinilai sangat lemah selama ini, pemerintah daerah perlu mendorong, bila perlu memaksa PNS untuk memakai baju tenun ikat daerah selama beberapa hari dalam seminggu, jangan hanya pada hari Kamis saja. Yang juga perlu diperhatikan, jangan menggunakan tenun ikat palsu, tetapi tenun ikat asli yang dihasilkan industri rumah tangga. Saat ini beredar baju batik yang bercorak tenun ikat daerah, itu tenun ikat palsu. Kalau baju batik bisa dipasarkan ke daerah-daerah kita di sini, mengapa kita tidak bisa memasarkan baju tenun ikat ke Jawa sana? Situs-situs pemerintah daerah di NTT memperkenalkan potensi daerah berupa tenun ikat, tetapi tidak disebutkan di mana tempat diperoleh? Selain itu, semua pejabat di daerah ini kalau bepergian keluar daerah dalam bertugas dinas, gunakan baju tenun ikat daerah. Ini salah satu cara promosi yang murah dan meriah. Sebagai sarana diplomasi budaya, pemerintah daerah di NTT perlu meningkatkan penggunaan baju tenun ikat asli NTT pada setiap kesempatan, dan kurangi penggunaan baju batik yang di tingkat nasional sudah massal. Instruksikan, di seluruh wilayah NTT gunakan baju tenun ikat secara massal, jangan hanya hari Kamis saja. Sebetulnya aneh, dalam acara seremonial di daerah kita ini baju yang dipakai pejabat baju batik, mestinya baju tenun ikat. Tidak perlu merasa risih kalau baju kita berbeda dari orang lain. Indonesia ini terbentuk dari keberagaman, termasuk keberagaman dalam berpakaian. Perbedaan indah ini harus dijadikan pemicu bagi perkembangan tenun ikat. Kalau kita bandingkan baju tenun ikat dengan baju batik, baju tenun ikat kita lebih anggun, lebih mempesona. Baju tenun ikat daerah kita tidak kalah gengsi dan keren dengan batik produksi Jawa. Yang penting, kita mencintai karya agung nenek moyang kita ini dengan sepenuh hati. Kecintaan itu ditunjukkan dengan sering memakainya dan menjadikannya sebagai baju kebanggaan kita. * Flores Pos, 17 Oktober 2015

Disqus Comments