Kelimutu Butuh Politik Pariwisata

Ada seorang bupati di Flores yang sangat visioner di bidang pembangunan pariwisata. Visinya yang menonjol pembangunan sektor pariwisata, di samping pembangunan bidang lain. Sampai berakhirnya masa jabatan, karena bupati tersebut kalah dalam pilkada untuk periode kedua, anggaran daerah untuk mencapai visinya di bidang pariwisata tidak sampai 2% dari total APBD kabupaten tersebut. 

Dapat dikatakan bahwa omong kosong semua visi tentang pembangunan pariwisata kalau ternyata antara visi dan realitanya berbeda sangat jauh. Penyusunan visi dan misi membutuhkan pemikiran mendalam karena akan berakibat pada pencapaian atau keberhasilan pembangunan seorang kepala daerah. Pemikiran yang mendalam ini tentu dilaksanakan dengan memanfaatkan para ahli sehingga apa yang akan dilaksanakan dalam pemerintahannya bisa diimplementasikan dalam pelaksanaannya. 



Pada kenyataannya, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sudah menjadi bagian dari politik di daerah sehingga tarik-menarik dalam pembahasannya mengakibatkan rencana yang bagus sesuai dengan visi dan misinya kepala daerah menjadi hilang tanpa bekas. Yang muncul adalah kepentingan anggaran, bukan lagi kebutuhan anggaran untuk mencapai visi dan misi pemerintahan. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Anggaran adalah rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam bentuk satuan moneter. Dapat dikatakan bahwa politik anggaran adalah perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam bentuk satuan moneter atau rupiah. Seorang kepala daerah agar dapat melaksanakan visi dan misinya yang baus harus memahami benar politik anggaran. Pendapatan yang didapat oleh masyarakat di kawasan Danau Kelimutu di Kabupaten Ende dapat dilihat dari perkiraan kebutuhan biaya seorang turis mancanegara yang datang berkunjung selama 4 hari 3 malam di Taman Nasional Kelimutu, sekitar + Rp 2.300.000. Angka Rp 2.300.000, ini didapat dari penginapan 3 malam @ Rp 300.000, = Rp.900.000, makan minum 12 kali @ Rp 50.000, = Rp.600.000, kunjungan ke Danau Kelimutu dan sekitarnya Rp 800.000, selama 3 hari. Apabila dikalikan dengan jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Danau Kelimutu selama tahun 2014 sebanyak 8.312 orang, maka jumlah pemasukan sebesar Rp 19.117.600.000. Uang Rp 19 miliar lebih itu bisa diperoleh masyarakat di kawasan wisata Danau Kelimutu pada tahun 2014. Namun, apakah benar demikian yang didapatkan masyarakat di daerah kawasan wisata Danau Kelimutu dan sekitarnya? Pendapatan ini adalah murni pendapatan masyarakat. Apabila kita ingin mengetahui pendapatan pemerintah daerah dilihat dari pendapatan yang diterima masyarakat di atas, sangat bergantung pada seberapa banyak pajak dan retribusi yang dipungut pemerintah daerah yang berkaitan dengan daerah tujuan wisata. Pajak dan retribusi biasanya tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat dari usaha di bidang pariwisata. Yang harus berperan dalam APBD adalah belanja daerah khususnya yang berkaitan dengan bidang pariwisata. Hal ini disebabkan oleh belanja daerah yang benar dan tepat sasaran dipastikan pendapatan yang diterima oleh masyarakat menjadi meningkat. Belanja daerah biasanya diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) masyarakat di daerah objek wisata. Pembangunan infrastruktur daerah wisata tidak hanya berkaitan dengan jalan menuju lokasi, tetapi juga sarana dan prasarana di daerah wisata itu sendiri harus dibangun pemerintah daerah. Apalagi daerah wisata kita masih bersifat alamiah, belum terjamah oleh modernisasi sehingga peran pemerintah sangat besar untuk pembangunan infrastrukturnya. Pembangunan SDM masyarakat di daerah objek wisata dilakukan agar masyarakat terlibat aktif dalam perencanaan, pengembangan, dan pengawasan terhadap aset wisata yang ada. Sebab masyarakatlah pemilik utama daerah wisata tersebut. Tanpa pembangunan SDM masyarakat, mereka hanya menjadi penonton, masyarakat tetap miskin. Contoh paling memilukan di Indonesia adalah masyarakat Kecamatan Borobudur di Kabupaten Magelang, tempat lokasi wisata Candi Borobudur, adalah kecamatan ke-17 termiskin di Provinsi Jawa Tengah. Keaadan ini jangan sampai dialami masyarakat Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, tempat Danau Kelimutu. Diharapkan agar ada politik pariwisata untuk Kelimutu agar Kelimutu menjadi fokus pembangunan sehingga menjadi ujung tombak bagi kemajuan di berbagai bidang di Kabupaten Ende. Politik adalah kepentingan. Diharapkan ada politik kepentingan terhadap pariwisata sehingga pariwisata berkembang dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Dalam penelitian yang pernah dilakukan tentang belanja daerah sektor pariwisata dibandingkan dengan total belanja daerah pada ABPD Kabupaten Ende selama 4 tahun dari tahun 2007-2010, rata-rata rasionya 1,34. Sangat kecil. Dari yang kecil itu, hampir 90%-nya untuk membayar gaji pegawai, untuk kepentingan aparatur. Ada begitu banyak potensi wisata yang dimiliki daerah, tetapi tidak ada politik anggaran untuk pariwisata. Perhatian untuk pengembangan atau pembangunan pariwisata jadinya kecil. Dibandingkan dengan potensi tambang, lebih besar potensi pariwisata. Tetapi anehnya, justru potensi tambang yang diutamakan. * (Suara Uniflor, Flores Pos, Sabtu, 07 November 2015)

Disqus Comments