Kembalikan Lapangan Perse Kami

Euforia Piala Dunia 2014 di Brasil dan Timnas U-19 di Indonesia sudah berlalu dan kini tinggal kenangan dalam ingatan kita sebagai kita penggemar sepak bola, di termasuk penggemar sepak bola di Kabupaten Ende. Sepak bola adalah permainan rakyat atau olahraga rakyat yang paling digemari di manapun di belahan dunia ini.

Kita di Flores sering menyebut “bola kaki” untuk olahraga sepak bola ini. Google merumuskan sepak bola sebagai cabang olahraga yang menggunakan bola yang terbuat dari bahan kulit dan dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan sebelas orang pemain inti dan sebagian pemain cadangan. Itulah sebabnya masing-masing kelompok dinamakan kesebelasan. Kedua tim berjuang untuk memasukkan bola ke gawang lawan.

 Di Indonesia saat ini tumbuh sekolah sepak bola (SSB) di mana-mana. Selain dimiliki oleh para mantan pemain sepak bola, SSB juga dimiliki klub yang berkiprah di Liga Super Indonesia (LSI). Di Indonesia juga ada SSB milik klub besar Eropa, seperti SSB milik Arsenal, Real Madrid, dan Liverpool. Di Ende menurut berita media massa, memiliki sebuah klub yang bernama SSB Romero, sebelumnya sudah ada SSB Indonesia Muda.

Pembentukan kesebelasan yang tangguh membutuhkan waktu dan kompetisi kelompok umur berjenjang. Pelatnas jangka panjang seperti Timnas U-19 yang lalu sudah tidak zamannya lagi. Pemain muda akan berkembang baik apabila diberikan pelatihan yang tepat dan dievaluasi perkembangannya melalui kompetisi. Kompetisi yang bisa dibuat untuk mempersiapkan pembinaan pemain adalah Kompetisi U-10 (usia sampai dengan 10 tahun, yakni murid SD sampai kelas 4), Kompetisi U-12 (murid SD sampai kelas 6), Kompetisi U-15 (murid SMP sampai kelas 9), Kompetisi U-18 (murid SMA sampai kelas 12). Waktu pelaksanaan kompetisi tiap bulan September dan Maret. Kompetisi dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Bagi usia tersebut pasti kompetisi akan menghasilkan pesepak bola yang tangguh dan tidak karbitan. Sumber daya manusia sepak bola kita akan bagus.

Bagaimana kompetisi akan kita laksanakan bagi anak-anak usia kelompok umur PSSI kalau kita tidak mempunya infrakstruktur berupa lapangan sepak bola? PSSI saat ini sedang berusaha menjadi organisasi sepak bola profesional sesuai dengan arahan dan standar FIFA. Banyak sekali pelatihan bagi insan sepak bola, baik untuk perangkat pertandingan maupun untuk menjadi pengelola tim sepakbola. Malahan untuk pelatih SSB saja sudah harus memiliki ijazah pelatih resmi yang dikeluarkan organisasi PSSI. Saat perebutan Piala Yapertif III yang digelar di Ende tahun 2014 ini boleh dibilang tidak ada perangkat pertandingan yang berasal dari Kabupaten Ende. Orang Ende ada, tetapi datang dari Kabupaten Ngada dan Nagekeo. Hanya satu orang yang dari Ende, tetapi bukan menjadi wasit utama, hanya wasit garis karena lisensinya tidak cukup. Itu baru wasit, belum perangkat pertandingan lain yang harus dimiliki kalau kita ingin agar anak-anak kita di Kabupaten Ende memiliki pengetahuan yang cukup tentang sepak bola. Kota Ende memiliki empat buah lapangan sepak bola, yakni Lapangan Perse, Lapangan Syuradikara, Lapangan Biara Bruder Konradus (BBK), dan Lapangan Kompi C, dan Stadion Marilonga.

Stadion Marilonga
Stadion Marilonga. foto: www.dionbata.com
Dalam perkembangannya sampai saat ini, Lapangan Perse Ende tidak lagi dipakai menjadi lapangan sepak bola untuk masyarakat umum. Ketiga lapangan yang lain juga boleh dikatakan tidak bisa dipakai secara bebas oleh masyarakat umum, karena bukan milik umum. Jadi, yang milik umum dan dapat dipakai masyarakat umum adalah Lapangan Perse dan Stadion Marilonga. Soekarno adalah pahlawan kita semua bangsa Indonesia. Beliau tinggal di Ende selama empat tahun (1934-1938) dan mengangkat harkat dan martabat Kota Ende.

Penghormatan terhadap Bapak Bangsa Soekarno tetap tinggi dan menjadi kebanggaan kita semua. Namun kiranya tidak menghilangkan kesempatan masyarakat umum untuk menggunakan Lapangan Perse untuk bermain sepak bola. Pembinaan anak-anak muda di bidang olahraga sepak bola merupakan juga cita-cita dari pendiri bangsa kita Soekarno, yakni pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Memperkenalkan kepada anak-anak usia dini olahraga sepak bola agar mereka bertumbuh menjadi anak-anak yang berjuang, berjiwa sportif, bekerja sama, serta memiliki kegiatan alternatif lain selain kegiatan musik dan seni budaya lainnya, dibandingkan hanya duduk-duduk di pinggir jalan, terlibat tawuran dan minuman keras. Menjadi seorang atlet termasuk atlet sepak bola yang dipelajari adalah bagaimana mempersiapkan diri, mengatur waktu, menumbuhkan semangat untuk selalu selalu bertumbuh dan berkembang yang tak berkesudahan.

Untuk itu diperlukan pembelajaran tentang disiplin. Apabila seorang anak dari kecil diajarkan tentang kebersamaan, kebanggaan dan kehormatan maka salah satu caranya melalui olahraga. Tanpa menjadi seorang atlet pun anak-anak itu sudah mendapatkan pelajaran tentang kehidupan dan manajemen dirinya. Akhirnya, kembalikan lapangan Perse kami ….

* Flores Pos, 22 November 2014

Disqus Comments