MANU AE NANGGE Cerminan Nilai Pancasila Orang Koponio

Ada kenangan manis dan berkesan yang terus berulang setiap tahun dari dahulu sampai sekarang bagi kami anggota keluarga besar Gadi Djou merayakan dengan sukacita Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga besar di Kampung Koponio, Kelurahan Onelako, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende. Kampung Koponio terdiri atas 175 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 217 orang, 54 orang beragama Islam, 163 orang beragama Katolik. Hari Raya Idul Fitri merupakan hari yang ditunggu-tunggu bagi kami anak-anak Kampung Koponio, baik yang Islam maupun yang Katolik. Kenangan manis dan berkesan adalah "acara makan siang bersama" keluarga besar Kampung Koponio. Kebersamaan itu berlangsung dalam suasana akrab dan kekeluargaan yang tinggi dengan penuh sukacita. 

Semua kami dalam satu kampung, yang tua dan yang muda, yang laki-laki dan yang perempuan, tidak merasa ada perbedaan. Kami semua adalah satu keluarga besar Koponio. Acara makan bersama dipenuhi dengan menu yang beragam, baik yang lokal/tradisional maupun yang modern. Satu menu makanan yang menjadi favorit kami adalah "manu aenangge," yakni ayam saos asam kure pale ki. Acara makan bersama penuh sukacita satu keluarga besar Koponio yang berbeda agama, menggambarkan kebersamaan dan keberagaman tanpa memandang perbedaan agama satu sama lain. 


MANU AE NANGGE Cerminan Nilai Pancasila Orang Koponio
ilustrasi foto dari http://aditblambir.blogspot.co.id

Keadaan ini menurut saya adalah cerminan nilai-nilai Pancasila yang menjadi falsafah dan ideologi bangsa kita, yang terjadi di Kampung Koponio. Merayakan bersama hari besar agama, dalam hal ini Hari Raya Idul Fitri, merupakan cerminan Sila Pertama Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa. 

Meskipun agama berbeda, namun semua menyadari bahwa inti dari semua agama adalah menyakini adanya Tuhan Allah dan menghormati agama setiap penganutnya. Pada Hari Raya Idul Fitri berlangsung acara makan bersama penuh kekeluargaan, disadari atau tidak, menurut saya adalah cerminan Sila Kedua Pancasila, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hanya manusia yang beradablah yang selalu menyediakan tempat yang sederajat bagi sesamanya. Tidak ada perbedaan apapun karena semuanya duduk bersama dalam satu tenda makan dan menikmati makanan yang sama. 

Merayakan hari raya agama dengan makan bersama untuk menyatukan keluarga besar Koponio dalam suasana kebersamaan sehingga merasa berada dalam satu keluarga besar adalah cerminan nilai Sila Ketiga Pacasila, yakni Persatuan Indonesia. Dalam waktu liburan panjang seperti saat ini banyak tamu anggota keluarga, sanak famili, dan sahabat kenalan yang datang berkunjung dari jauh. Kehadiran mereka mempererat rasa persatuan dan kebersamaan sebagai satu keluarga besar. Acara makan bersama ini dipimpin oleh kepala suku atau tetua kampung. Kehadiran setiap anggota keluarga dalam satu kampung menggamparkan perwakilan. Acara ini tidak hanya menghasilkan pembicaraan lepas, tetapi juga keputusan bersama bagi kepentingan bersama dalam kampung. Hal ini cerminan nilai Sila Keempat Pancasila, yakni Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Dalam memberikan pelayanan untuk makan bersama, semua warga kampung terlibat. Ibu-ibu memasak bersama di dapur. Anak-anak muda menyiapkan tempat acara bersama bapak-bapak. Para pemuda juga menjadi pelayan menghidangkan makanan kepada setiap anggota keluarga yang hadir. 

Cara ini adalah cerminan nilai Sila Kelima Pancasila, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kebersamaan dalam bekerja bakti akan menimbulkan rasa tanggung jawab sebagai warga kampung. Apabila makanan yang disiapkan tidak habis disantap, makanan yang sisa tersebut dibagikan merata kepada seluruh warga kampung. Kalau ada yang berhalangan hadir karena sakit atau lansia misalnya, disiapkan dan diantar ke rumahya. 

Pengamatan secara mendalam di hampir semua kampung yang penduduknya memeluk agama Katolik dan agama Islam di kampung-kampung di wilayah Ende dan Lio, cara hidup berdampingan dan saling menghargai telah berlangsung lama secara turun-temurun dari dahulu sampai sekarang. Acara makan bersama pada Hari Idul Fitri di Kampung Koponio sudah berlangsung sejak lama, dari dahulu sampai sekarang, secara turun-temurun. Mungkin atas dasar pengamatan terhadap kebersamaan orang-orang kampung di wilayah Ende dan Lio pada tahun 1930-an memberikan inspirasi kepada Ir. Soekarno (Bung Karno) yang pada waktu itu diasingkan di Ende (1934-1938) dalam menggali dan menemukan nilai-nilai Pancasila. 

Sesuatu yang alamiah di kampung-kampung di wilayah Ende dan Lio menjadi sangat bernilai di mata seorang ideolog Bung Karno. Rasa kebersamaan dalam merayakan hari raya keagamaan yang telah berlangsung lama oleh nenek moyang kita dari dahulu, kiranya tidak tergerus oleh arus zaman digital sekarang ini. Semoga dalam merayakan Hari Idul Fitri 1437 Hijriyah tahun 2016 ini kebersamaan dan silaturahmi sebagai orang Kampung Koponio dan ratusan ribu kampung lain di seluruh pelosok wilayah Nusantara akan terus berlangsung sepanjang massa. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriyah kepada segenap Saudara dan Saudariku yang beragama Islam di mana saja berada.

* Pos Kupang, 03 Juli 2016

Disqus Comments