Pemimpin, Masa Depan, dan Akal Sehat

Setiap pemimpin sudah tentu memiliki cita-cita yang luhur agar organisasi yang dipimpinnya menjadi besar dan meraih sukses sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mencapai cita-cita yang luhur itu, seorang pemimpin yang visioner (mempunyai visi yang jauh ke depan) menetapkan rencana dan program kerja yang menjadi fokus perhatiannya. Itulah yang terus menjadi obsesi seorang pemimpin. Setiap pemimpin memiliki rencana dan program kerja yang disusun sebagai panduan yang harus diikuti oleh semua komponen organisasi, baik pihak pemimpin maupun yang dipimpin. Tentu saja antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lain bisa sama, bisa pula berbeda sesuai dengan visi, misi, dan karakter kepemimpinan seseorang. Seorang filsuf terkenal bernama Tacitus, pernah mengatakan, memikirkan masa depan dan menggunakan akal sehat adalah kualitas yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Dua hal itu merupakan fokus perhatian seorang pemimpin. Jadi, pemimpin harus mempunyai visi, misi, dan moralitas yang baik. Seorang pemimpin harus mempunyai mimpi akan dibawa ke mana organisasi yang dipimpinnya. Untuk itu, pemimpin harus menggunakan akal sehat atau logika dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan. Tentunya seorang pemimpin tidak akan menginginkan hal-hal yang jelek bagi organisasinya. Masa depan yang dibangun saat ini oleh seorang pemimpin apabila tidak diletakkan dalam koridor yang terarah dan fokus akan mengakibatkan bias dan tidak akan sampai ke tujuan. Pemimpin itu mungkin hanya marah-marah dan menjelek-jelekkan orang lain tanpa memikirkan bahwa pekerjaannya lebih bermanfaat bagi orang lain kalau tidak memikirkan dirinya akan berkuasa lagi atau tidak. Pemimpin yang tidak fokus dan tidak terarah dalam memimpin biasanya akan sangat takut kehilangan jabatannya. Dalam menjalankan kepemimpinan yang fokus memikirkan masa depan dan menggunakan akal sehat, seorang pemimpin menurut Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI, yang juga seorang pengusaha sukses, memiliki tiga tanggung jawab, yakni memberi perintah, membuat aturan, dan mencapai kebaikan. Ketiga tanggung jawab ini mengikat seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya dan membawa organisasinya fokus ke masa depan dengan menggunakan akal sehat. Dalam memberikan perintah seorang pemimpin harus juga bertanggung jawab atas dampak dari perintah tersebut. Dia tidak asal memberi perintah sehingga perintahnya dapat dilaksanakan oleh anggota organisasinya. Perintah itu adalah perintah yang diberikan dengan rasa tanggung jawab didasari moralitas yang baik sebagai seorang pemimpin. Kalau yang dipimpin melakukan pekerjaan sesuai dengan aturan, tetapi kemudian ada dampak yang terjadi maka seorang pemimpin harus bertanggung jawab. Aturan atau kebijakan yang dibuat sebenarnya menjadikan rambu-rambu bagi pencapaian tujuan organisasi. Kadang-kadang antara harapan dan kenyataan tidak sejalan sehingga apa yang diharapkan berbenturan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Pada saat inilah sebagai seorang pemimpin harus bertanggung jawab menyelesaikan perbedaan atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan tersebut. Pemimpin tidak kaku dan arogan, merasa benar sendiri. Dengan demikian, anggota organisasi tidak merasa tergencet atau terpojok antara organisasinya dan kenyataan yang terjadi. Kalau yang dipimpin melakukan suatu tindakan, misalnya protes, usul atau saran demi kebaikan organisasi, jika menimbulkan akibat dari protes, usul atau saran itu, sang pemimpin harus ambil alih persoalan tersebut. Pemimpin perlu memiliki akal sehat sehingga tidak curiga terhadap anggota organisasinya sendiri. Selama anggota organisasinya bekerja atau melaksanakan perintah yang sesuai dengan aturan organisasi maka pemimpin harus yakin bahwa anggota itu bekerja untuk kebaikan organisasi sehingga apabila terjadi perbedaan antara kenyataan dan harapan seorang pemimpin harus mengambil alih masalah tersebut dan menyelesaikannya. Penyelesaian masalah yang timbul tidak akan merugikan pihak organisasi apabila memang perintah yang sesuai dengan aturan itu ditujukan untuk kebaikan bersama. Apabila yang dipimpin melakukan sesuatu tanpa ijin atau tanpa diketahui pemimpin, di luar perintah dan aturan organisasi, dan ternyata tidak untuk kebaikan bersama, maka pemimpin baru menyatakan tidak bertanggung jawab. Secara sederhana dapat dikatakan, pemimpin tidak akan bertanggung jawab terhadap anggota organisasinya apabila bekerja tidak sesuai dengan perintah pimpinan, melanggar aturan organisasi, dan tidak untuk kebaikan bersama. Peter F. Drucker (1909-2005) ahli manajemen dan pakar ekologi sosial yang dikenal luas sebagai bapak manajemen modern, pernah mengatakan, masing-masing pemimpin boleh memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda karena kepemimpinan yang efektif ditentukan oleh hasil, bukan atribut. Bukan pula soal pidato yang hebat dan penampilan yang disukai banyak orang. Jadi, apapun cara atau gaya kepemimpinan yang dimiliki seseorang demi meraih kesuksesan organisasi yang dipimpinnya, fokuslah pada dua hal yang ditandaskan filsuf Tacitus di atas. Pikirkan masa depan organisasi dan bagaimana mencapai masa depan itu. Di samping itu, gunakan akal sehat dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan. * Flores Pos, 21 Desember 2013

Disqus Comments